Melalui dukungan Elrha, Start Network, dan Asia Disaster Reduction and Response Network (ADRRN) atas kemitraan ini, yang didanai oleh UK Foreign, Commonwealth, and Development Office (FCDO), YAKKUM Emergency Unit (YEU) melaksanakan “Community-Led Innovation Partnership” - CLIP atau Kemitraan untuk Inovasi Berbasis Komunitas. Community-Led Innovation Partnership CLIP menempatkan komunitas yang terkena dampak krisis sebagai inti dari upaya inovasi untuk mendukung ketahanan mereka terhadap krisis. Proyek ini bertujuan untuk meningkatkan aksesibilitas, akuntabilitas, dan inklusi difabel dan lanjut usia dalam kesiapsiagaan bencana dan respons kemanusiaan melalui inovasi berbasis komunitas.

 

Dalam mewujudkan kegiatan tersebut, YEU menyelenggarakan IDEAKSI (ide inovasi aksi inklusi) untuk mencari ide inovasi-inovasi yang inklusif dalam penanggulangan bencana untuk kelompok difabel, lansia dan kelompok paling rentan lainnya. IDEAKSI diharapkan menjadi pintu hadirnya inovasi yang bersifat inklusi dalam rangka penanggulangan bencana di Indonesia.

 

YEU merupakan unit kerja YAKKUM (Yayasan Kristen untuk Kesehatan Umum) yang berdiri pada tahun 2001 dengan mandat melakukan tanggap bencana yang inklusif dan partisipatif serta membangun ketangguhan masyarakat melalui praktik-praktik pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim yang berbasis masyarakat.

 

YEU memiliki visi untuk memastikan masyarakat yang terkena bencana bisa mendapatkan hak untuk kelangsungan hidup yang bermartabat dan berkelanjutan, melalui sinergi pelayanan kemanusiaan dan pengembangan masyarakat transformatif yang berbasis organisasi kemasyarakatan, akuntabel dan berkualitas.

APA ITU CLIP?

 

CLIP “Community Led Innovation Partnership" - merupakan upaya kemitraan untuk menghadirkan inovasi berbasis komunitas. CLIP bertujuan meningkatkan aksesibilitas, akuntabilitas dan inklusivitas bagi kelompok paling berisiko dalam proses tanggap kedaruratan dan kesiapsiagaan melalui inovasi yang didukung oleh komunitas.

 

Proyek CLIP dicanangkan berdurasi 3 tahun, terhitung sejak April 2020 hingga Maret 2023 untuk implementasi IDEAKSI 1.0 dan berlanjut untuk IDEAKSI 2.0 sejak April 2023 hingga Maret 2025. Proyek ini berkomitmen untuk mendukung para inovator di tingkat komunitas untuk menghasilkan, menguji dan mengembangkan solusi terhadap prioritas masalah yang dihadapi dalam proses tanggap kedaruratan & kesiapsiagaan bencana baik di tingkat lokal maupun nasional.

 

Melalui program ini, diharapkan adanya solusi yang inovatif yang memungkinkan masyarakat, khususnya perempuan, difabel, lanjut usia, dan kelompok rentan lainnya dapat ikut serta dan terlibat secara aktif dalam proses penanggulangan bencana dan pengambilan keputusan yang berdampak pada kehidupan mereka.

 

BERITA

 

Inovasi IDEAKSI: Sistem Tiang Pandu Evakuasi Mandiri Berbasis Visual dan Suara yang dikembangkan oleh Merapi Rescue Community (MRC) bekerjasama dengan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW)

 

Sejak Desember 2021, terdapat sedikit perbedaan di Dusun Tlogowatu, Tritis, dan Wonorejo yang terletak di lereng Gunung Merapi sekitar 6 hingga 8 kilometer dari puncak, terutama pada malam hari atau saat gelap karena awan tebal atau tebal. kabut. Beberapa jalur/jalan di dusun tersebut kini tampak lebih terang dari sebelumnya. Antara sekitar 20 hingga 50 meter, ada tiang lampu yang tampak berbeda dari tiang lampu biasanya. Selain memberikan penerangan untuk sekelilingnya, tiang lampu juga memiliki lampu LED yang menyala ketika ada pergerakan di dekatnya, dan memancarkan sinyal suara dengan pola yang teratur.

 

Sesuai dengan rencana kontinjensi desa untuk letusan Gunung Merapi, tiang lampu dipasang dengan hati-hati menuju lokasi yang disepakati sebagai titik pertemuan. Menariknya, jika kita berjalan mengikuti tiang lampu tersebut, di beberapa lokasi yang mendekati lokasi titik kumpul, suara yang dihasilkan akan berbeda. Ada tiga jenis pola suara yang berbeda, masing-masing memberi sinyal untuk tiang pandu evakuasi, pos evakuasi, dan titik kumpul akhir. Perbedaan nada dan intensitas suara bisa dijadikan patokan untuk menuju lokasi penyelamatan atau titik kumpul. Rupanya, itu bukan sekadar tiang lampu, tetapi sistem pandu evakuasi mandiri berbasis visual dan suara.

 

Bapak A. Lesto P. Kusumo, pimpinan Merapi Rescue Community (MRC) menjelaskan bahwa tinggal di daerah yang berpotensi rawan bencana menuntut kita untuk siap dan selalu waspada, dan sistem mitigasinya harus dikaitkan dengan aktivitas masyarakat sehari-hari (familiarisasi), sehingga lambat laun akan menjadi bagian dari kehidupan mereka (pembiasaan) dan ketika bencana terjadi, evakuasi diri akan terjadi dengan intuisi.

 

Dalam keadaan darurat erupsi, masyarakat cenderung panik dan bingung. Berdasarkan pengalaman MRC, kemungkinan besar sebagian besar masyarakat tidak mengingat prosedur evakuasi yang benar. Kondisi ini diperparah dengan padamnya aliran listrik di lokasi yang dapat menyebabkan banyak orang salah mengambil jalur dan tidak tepat waktu mencapai titik kumpul, padahal waktu sangat menentukan dalam proses evakuasi darurat.

 

Sistem panduan evakuasi mandiri juga dirancang untuk secara khusus mendukung orang dengan disabilitas, orang lanjut usia, dan orang berisiko lainnya. Untuk melakukan itu, harus memenuhi persyaratan berikut:

 

  • Memiliki catu daya independen yang tidak bergantung pada pasokan listrik terpusat,

  • Energi catu daya yang dapat bertahan lama,

  • Sistem pandu evakuasi yang aktif bahkan selama situasi terang (minimal) dan terutama selama situasi redup dan gelap,

  • Dapat bekerja secara otomatis oleh sensor dan inklusif, di mana sistem pandu evakuasi harus bekerja secara visual dan suara dengan memancarkan suara terarah, dan

  • Sistem pandu evakuasi harus dapat mengarahkan masyarakat ke Titik Kumpul yang telah disepakati dan disosialisasikan.

 

Nilai tambah dari sistem ini adalah mendorong adanya perlindungan bagi perempuan dan orang lain yang berisiko, seperti dalam mendukung keamanan umum pada malam hari. Dalam diskusi pemantauan proyek pada bulan Maret 2022, Ibu Winta Tridhatu Satwikasanti dari Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) menyebutkan bahwa perempuan dan perempuan lanjut usia merasa lebih aman ketika mereka melewati jalan yang terdapat sistem pandu evakuasi mandiri, karena membantu mereka menunjukkan arah dan memberikan rasa aman karena lampu, suara penunjuk arah, dan kamera CCTV yang ditambahkan di titik kumpul evakuasi.

 

MRC membangun sistem pandu evakuasi mandiri bertenaga surya dan dilengkapi dengan sensor yang aktif saat cahaya sekitar redup atau gelap, lampu dan suara penunjuk arah akan otomatis menyala. Sehingga dalam situasi bencana dan listrik padam, masyarakat tetap melakukan evakuasi secara mandiri ke titik kumpul dengan panduan cahaya dan suara. Ini juga akan mendukung tim pencarian dan penyelamatan (Tim SAR), di mana mereka dapat fokus pada anggota masyarakat yang paling rentan seperti mereka yang tidak mampu berjalan (zero mobility), memiliki penyakit kronis, dan disabilitas tertentu yang tidak memungkinkan mereka untuk melakukan evakuasi mandiri.

 

Dalam jurnal mereka, “Guiding Evacuation System Implementing Visual and Audio Cues as an Early Warning System”, untuk Seminar Geodynamics & Built Environment 2022, tim MRC menyimpulkan, “Situasi bencana adalah situasi yang kompleks dan langkah-langkah penyelesaiannya harus dilihat secara menyeluruh yang melibatkan aspek pengguna, lingkungan, aktivitas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan desain mandiri yang inklusif ke titik berkumpul untuk mengurangi jumlah korban.”[1]

 

[1] Satwikasanti, W. T., Kusumo, A. L. P., Wibowo, T. A., Prakoso, P. G., Pudyastanto, S. B., Timur, S.M., & Tegar, A. (2022). Sistem Jalur Pandu Evakuasi Berbasis Visual dan Suara dalam Mitigasi Bencana sebagai Sarana peringatan Dini. Proceeding Seminar Geodynamics & Built Environment.