Inovasi IDEAKSI: Sistem Tiang Pandu Evakuasi Mandiri Berbasis Visual dan Suara yang dikembangkan oleh Merapi Rescue Community (MRC) bekerjasama dengan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW)
Sejak Desember 2021, terdapat sedikit perbedaan di Dusun Tlogowatu, Tritis, dan Wonorejo yang terletak di lereng Gunung Merapi sekitar 6 hingga 8 kilometer dari puncak, terutama pada malam hari atau saat gelap karena awan tebal atau tebal. kabut. Beberapa jalur/jalan di dusun tersebut kini tampak lebih terang dari sebelumnya. Antara sekitar 20 hingga 50 meter, ada tiang lampu yang tampak berbeda dari tiang lampu biasanya. Selain memberikan penerangan untuk sekelilingnya, tiang lampu juga memiliki lampu LED yang menyala ketika ada pergerakan di dekatnya, dan memancarkan sinyal suara dengan pola yang teratur.
Sesuai dengan rencana kontinjensi desa untuk letusan Gunung Merapi, tiang lampu dipasang dengan hati-hati menuju lokasi yang disepakati sebagai titik pertemuan. Menariknya, jika kita berjalan mengikuti tiang lampu tersebut, di beberapa lokasi yang mendekati lokasi titik kumpul, suara yang dihasilkan akan berbeda. Ada tiga jenis pola suara yang berbeda, masing-masing memberi sinyal untuk tiang pandu evakuasi, pos evakuasi, dan titik kumpul akhir. Perbedaan nada dan intensitas suara bisa dijadikan patokan untuk menuju lokasi penyelamatan atau titik kumpul. Rupanya, itu bukan sekadar tiang lampu, tetapi sistem pandu evakuasi mandiri berbasis visual dan suara.
Bapak A. Lesto P. Kusumo, pimpinan Merapi Rescue Community (MRC) menjelaskan bahwa tinggal di daerah yang berpotensi rawan bencana menuntut kita untuk siap dan selalu waspada, dan sistem mitigasinya harus dikaitkan dengan aktivitas masyarakat sehari-hari (familiarisasi), sehingga lambat laun akan menjadi bagian dari kehidupan mereka (pembiasaan) dan ketika bencana terjadi, evakuasi diri akan terjadi dengan intuisi.
Dalam keadaan darurat erupsi, masyarakat cenderung panik dan bingung. Berdasarkan pengalaman MRC, kemungkinan besar sebagian besar masyarakat tidak mengingat prosedur evakuasi yang benar. Kondisi ini diperparah dengan padamnya aliran listrik di lokasi yang dapat menyebabkan banyak orang salah mengambil jalur dan tidak tepat waktu mencapai titik kumpul, padahal waktu sangat menentukan dalam proses evakuasi darurat.
Sistem panduan evakuasi mandiri juga dirancang untuk secara khusus mendukung orang dengan disabilitas, orang lanjut usia, dan orang berisiko lainnya. Untuk melakukan itu, harus memenuhi persyaratan berikut:
Memiliki catu daya independen yang tidak bergantung pada pasokan listrik terpusat,
Energi catu daya yang dapat bertahan lama,
Sistem pandu evakuasi yang aktif bahkan selama situasi terang (minimal) dan terutama selama situasi redup dan gelap,
Dapat bekerja secara otomatis oleh sensor dan inklusif, di mana sistem pandu evakuasi harus bekerja secara visual dan suara dengan memancarkan suara terarah, dan
Sistem pandu evakuasi harus dapat mengarahkan masyarakat ke Titik Kumpul yang telah disepakati dan disosialisasikan.
Nilai tambah dari sistem ini adalah mendorong adanya perlindungan bagi perempuan dan orang lain yang berisiko, seperti dalam mendukung keamanan umum pada malam hari. Dalam diskusi pemantauan proyek pada bulan Maret 2022, Ibu Winta Tridhatu Satwikasanti dari Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) menyebutkan bahwa perempuan dan perempuan lanjut usia merasa lebih aman ketika mereka melewati jalan yang terdapat sistem pandu evakuasi mandiri, karena membantu mereka menunjukkan arah dan memberikan rasa aman karena lampu, suara penunjuk arah, dan kamera CCTV yang ditambahkan di titik kumpul evakuasi.
MRC membangun sistem pandu evakuasi mandiri bertenaga surya dan dilengkapi dengan sensor yang aktif saat cahaya sekitar redup atau gelap, lampu dan suara penunjuk arah akan otomatis menyala. Sehingga dalam situasi bencana dan listrik padam, masyarakat tetap melakukan evakuasi secara mandiri ke titik kumpul dengan panduan cahaya dan suara. Ini juga akan mendukung tim pencarian dan penyelamatan (Tim SAR), di mana mereka dapat fokus pada anggota masyarakat yang paling rentan seperti mereka yang tidak mampu berjalan (zero mobility), memiliki penyakit kronis, dan disabilitas tertentu yang tidak memungkinkan mereka untuk melakukan evakuasi mandiri.
Dalam jurnal mereka, “Guiding Evacuation System Implementing Visual and Audio Cues as an Early Warning System”, untuk Seminar Geodynamics & Built Environment 2022, tim MRC menyimpulkan, “Situasi bencana adalah situasi yang kompleks dan langkah-langkah penyelesaiannya harus dilihat secara menyeluruh yang melibatkan aspek pengguna, lingkungan, aktivitas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan desain mandiri yang inklusif ke titik berkumpul untuk mengurangi jumlah korban.”[1]
[1] Satwikasanti, W. T., Kusumo, A. L. P., Wibowo, T. A., Prakoso, P. G., Pudyastanto, S. B., Timur, S.M., & Tegar, A. (2022). Sistem Jalur Pandu Evakuasi Berbasis Visual dan Suara dalam Mitigasi Bencana sebagai Sarana peringatan Dini. Proceeding Seminar Geodynamics & Built Environment.